Rabu, 09 Mei 2012

Kondisi Pewayangan Akhir-akhir ini


Wayang merupakan budaya tradisional Indonesia yang saat ini diakui masyarakat Internasional sebagai bagian dari budaya dunia. Meski dianggap sebagai mitos, tokoh wayang dan kisah dalam pewayangan mengandung filosofi dan nilai moral yang tinggi tentang keberanian, kebaikan, kejujuran, pengorbanan, keteguhan, dan komitmen.
Salah satu epik atau kisah yang sangat terkenal dalam dunia pewayangan adalah Mahabharata. Mahabharata mengisahkan perang besar-besaran yang terjadi di padang Kurusetra antara pihak Pandawa (putra Pandu) melawan Kurawa (putra Destrarata) yang dinamakan Bharatayudha. Dalam epik ini, tokoh-tokoh Pandawa merupakan representasi dari kebaikan, sedangkan Kurawa adalah simbol kejahatan. Para pandawa sebagai tokoh utama dalam peperangan jika diinterpretasi lebih dalam merupakan sosok yang dapat dijadikan landasan teladan bagi pembentukan karakter saat ini. Dinataranya : Yudistira sebagai pemegang tahta di kerajaan adalah  sosok yang sangat jujur, lembut hati, sabar, dan berbudi luhur. Bahkan dikisahkan pula bahwa Yudistira adalah raja yang berdarah putih karena tidak pernah mengucapkan dusta sekali pun.Bima sebagai adik kandung Yudistira adalah seorang ksatria yang terkenal berbadan tinggi besar, dengan sikap pemarah tapi jujur dan berhati mulia. Ketika berperang, dia memiliki kebesaran hati  untuk tidak membunuh musuhnya yang dalam kondisi mengaku  kalah.  Arjuna  memiliki sifat lemah lembut, imannya kuat dan berhati baik. Suka menolong anggota pandhwa yang lainnya ketika berperang dan dalam kesulitan terpojok oleh musuh. Selain itu, Arjuna adalah ksatria yang cerdik dan pandai memanah Nakula dan sadewa, dikenal sebagai tokoh kembar yang memiliki sifat suka menolong, humoris, penceria namun teliti, jeli dan memiliki analitis yang tajam
Dalam proses pembentukan karakter, Ghozali (dalam Soedarsono, 2002) mengemukakan bahwa seseorang memerlukan suri tauladan dan latihan secara berkesinambungan. Hal ini senada dengan yang disampaikan Albert Bandura (dalam Alwisol, 2004) yang menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial perubahan perilaku terjadi melalui peniruan (modeling) baik itu peniruan terhadap perilaku orang lain maupun peniruan tingkah laku yang berbentuk simbolik, Modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan oleh model akan tetapi diikuti dengan hubungan dan penguatan. Dalam hal ini, tokoh pandhawa nasional dengan berbagi kearifan memiliki potensi besar  dalam proses pembentukan karakter manusia terutama karakter bangsa jika dijadikan sebagai modeling  terutama dalam proses belajar mengajar generasi muda.
              Namun, menurut pakar pewayangan Indonesia, Bimo Aris Purwandoko (2007) menyatakan prihatin dengan rendahnya minat generasi muda terhadap dunia pewayangan, hal utama yang mendasarinya adalah  dikarenakan adanya anggapan skiptis bahwa pewayangan merupakan suatu budaya bangsa yang bersifat kuno dan  ketinggalan jaman. Daniel Mohammad Rasyid (2007) menyatakan bahwa penelusuran atas kurikulum pendidikan nasional terlalu mengarahkan kompetensi siswa pada pemahaman sains, sementara itu, pembelajaran akan budaya, sejarah dan nilai luhur bangsa, termasuk hal ini adalah dunia pewayangan sangat kurang dan disepelekan.Hal ini berbeda dengan kondisi Indonesia 30 tahun terakhir. Selain itu, pendidikan dasar barat yang maju justru memberikan perhatian yang lebih pada pendidikan sejarah, budaya  dan kesenian. Hal ini berarti pendidikan dasar di barat telah berhasil membangun karakter siswa melalui pemahaman nilai luhur yang terdapat dalam sejarah dan nasionalnya
Ekotjipto (2008) , menjelaskan bahwa pada dasarnya, ada banyak faktor yang menyebabkan kurangnya apresiasi generasi muda akan kesenian wayang . Salah satu faktor teknis yang utama yang juga merupakan permasalahan klasik di Negara Indonesia adalah kurangnya fasilitas yang dapat mewadahi tentang sosialisasi akan Kesenian Wayang yang dikemas secara apik dan informatif sehingga generasi muda akan tertarik untuk datang dan menikmati fasilitas tersebut. Oleh karena itu pengemasan wayang seharusnya disesuaikan dengan karakter dari generasi muda saat ini. Peningkatan minat generasi muda akan budaya wayang harus melalui pendekatan yang kreatif dan inovatif. Sehingga generasi muda berminat untuk mempelajari budaya wayang lebih dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar