Wayang
merupakan budaya tradisional Indonesia yang saat ini diakui masyarakat
Internasional sebagai bagian dari budaya dunia. Meski dianggap sebagai mitos, tokoh wayang dan kisah dalam pewayangan mengandung filosofi dan nilai
moral yang tinggi tentang keberanian, kebaikan, kejujuran, pengorbanan,
keteguhan, dan komitmen.
Salah satu epik atau kisah yang sangat terkenal
dalam dunia pewayangan adalah Mahabharata. Mahabharata mengisahkan
perang besar-besaran yang terjadi di padang Kurusetra antara pihak Pandawa
(putra Pandu) melawan Kurawa (putra Destrarata) yang dinamakan Bharatayudha.
Dalam epik ini, tokoh-tokoh Pandawa merupakan representasi dari kebaikan,
sedangkan Kurawa adalah simbol kejahatan. Para pandawa sebagai tokoh utama
dalam peperangan jika diinterpretasi lebih dalam merupakan sosok yang dapat
dijadikan landasan teladan bagi pembentukan karakter saat ini. Dinataranya : Yudistira
sebagai pemegang tahta di kerajaan adalah sosok yang sangat jujur, lembut hati, sabar, dan berbudi luhur. Bahkan
dikisahkan pula bahwa Yudistira adalah raja yang berdarah putih karena tidak
pernah mengucapkan dusta sekali pun.Bima sebagai adik kandung Yudistira adalah
seorang ksatria yang terkenal berbadan tinggi besar, dengan sikap pemarah tapi
jujur dan berhati mulia. Ketika
berperang, dia memiliki kebesaran hati
untuk tidak membunuh musuhnya yang dalam kondisi mengaku kalah.
Arjuna memiliki sifat lemah
lembut, imannya kuat dan berhati baik. Suka menolong anggota pandhwa yang
lainnya ketika berperang dan dalam kesulitan terpojok oleh musuh. Selain itu, Arjuna adalah ksatria yang cerdik
dan pandai memanah Nakula dan sadewa, dikenal sebagai tokoh kembar yang
memiliki sifat suka menolong, humoris, penceria namun teliti, jeli dan memiliki
analitis yang tajam
Dalam proses pembentukan karakter, Ghozali (dalam
Soedarsono, 2002) mengemukakan bahwa seseorang memerlukan suri tauladan dan
latihan secara berkesinambungan. Hal ini senada dengan yang disampaikan Albert
Bandura (dalam Alwisol, 2004) yang menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial
perubahan perilaku terjadi melalui peniruan (modeling) baik itu peniruan
terhadap perilaku orang lain maupun peniruan tingkah laku yang berbentuk
simbolik, Modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang
dilakukan oleh model akan tetapi diikuti dengan hubungan dan penguatan. Dalam
hal ini, tokoh pandhawa nasional dengan berbagi kearifan memiliki potensi
besar dalam proses pembentukan karakter
manusia terutama karakter bangsa jika dijadikan sebagai modeling terutama dalam proses
belajar mengajar generasi muda.
Namun, menurut pakar pewayangan Indonesia, Bimo
Aris Purwandoko (2007) menyatakan prihatin dengan rendahnya minat generasi muda terhadap
dunia pewayangan, hal utama yang mendasarinya adalah dikarenakan adanya anggapan skiptis bahwa
pewayangan merupakan suatu budaya bangsa yang bersifat kuno dan ketinggalan jaman. Daniel Mohammad Rasyid (2007) menyatakan bahwa penelusuran atas
kurikulum pendidikan nasional terlalu mengarahkan kompetensi siswa pada
pemahaman sains, sementara itu,
pembelajaran akan budaya, sejarah dan nilai luhur bangsa, termasuk hal ini
adalah dunia pewayangan sangat kurang dan disepelekan.Hal ini berbeda dengan
kondisi Indonesia 30 tahun terakhir. Selain itu, pendidikan dasar barat
yang maju justru memberikan perhatian yang lebih pada pendidikan sejarah, budaya dan kesenian. Hal ini
berarti pendidikan dasar di barat telah berhasil membangun karakter siswa
melalui pemahaman nilai luhur yang terdapat dalam sejarah dan nasionalnya
Ekotjipto
(2008) , menjelaskan bahwa pada dasarnya, ada banyak
faktor yang menyebabkan kurangnya apresiasi generasi muda akan kesenian wayang
. Salah satu faktor teknis yang utama yang juga merupakan
permasalahan klasik di Negara Indonesia adalah kurangnya fasilitas yang dapat
mewadahi tentang sosialisasi akan Kesenian Wayang yang dikemas secara apik dan
informatif sehingga generasi muda akan tertarik untuk datang dan menikmati
fasilitas tersebut. Oleh
karena itu pengemasan wayang seharusnya disesuaikan dengan karakter dari
generasi muda saat ini. Peningkatan minat generasi muda akan budaya wayang
harus melalui pendekatan yang kreatif dan inovatif. Sehingga generasi muda
berminat untuk mempelajari budaya wayang lebih dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar